Jumat, 06 Juni 2008

PEMBUBARAN ORMAS DAN EIGEN RECHTEN

Pertanyaan:
Bapak pengasuh konsultasi hukum yang saya hormati. Saya bertanya berkaitan dengan kekerasan yang di lakukan Ormas (Organisasi Kemasyarakatan) FPI (Front Pembela Islam) terhadap AKKBB (Aliansi Kebangsaan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan) tanggal 1 Juni 2008 di Monas. Yang mau saya tanyakan adalah apakah ormas FPI dapat di bubarkan dan bagaimana prosedurnya. Bagaimana dengan anggota yang telah melakukan tindakan kekerasan apakah dapat dipidana.
Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih.
Abdulla (Padang)

Jawaban:
Bapak Abdullah yang kami hormati. Setiap organisasi yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dapat dibubarkan atau dibekukan. Namun untuk melakukan hal tersebut tidak begitu saja ada aturan “main” yang menentukan hal tersebut.
Organisasi berbentuk Ormas (Organisasi Kemasyarakatan) yang berhak membubarkannya yakni pemerintah. Hal ini dapat kita merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan vide Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Daerah yakni Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pasal 18 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan menegaskan bahwa “pembekuan dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan ruang lingkup keberadaan organisasi yang bersangkutan”. Ini berarti bila Ormas tersebut terdaftar dan bersifat nasional maka pemerintah pusatlah yang berwenang untuk membekukan dan membubarkan, namun bila Ormas tersebut terdaftar dan bersifat hanya daerah maka kepala daerahlah yang membekukan dan membubarkannya.
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 menyebutkan bahwa “Pemerintah dapat membekukan pengurus atau pengurus pusat organisasi kemasyarakatan apabila organisasi kemasyarakatan: a. melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum; b, menerima bantuan dari pihak asing tanpa persetujuan pemerintah; c. memberi bantuan kepada pihak asing yang merugikan kepentingan Bangsa dan Negara.” Lebih lanjut Pasal 14 menjabarkan “Apabila organisasi kemasyarakatan yang pengurusnya masih tetap melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, maka pemerintah dapat membubarkan organisasi yang bersangkutan.” Ini berarti pemerintah tidak langsung melakukan pembubaran terhadap suatu Ormas melainkan harus melakukan prosedur pembekuan terlebih dahulu. Namun bila Ormas tersebut masih tetap melanggar peraturan perundang-undangan maka baru dibubarkan.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986 Pasal 19 menjelaskan bahwa yang dimaksud “kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 meliputi: a. menyebar luaskan permusuhan antara suku, agama, ras dan antar golongan; b. memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa; c. merongrong kewibawaan dan/atau mendiskreditkan pemerintah; d. menghambat pelaksanaan program pembangunan; e. kegiatan lain yang dapat mengganggu stabilitas politik dan keamanan.
Apabila telah memenuhi syarat ketentuan di atas, Ormas yang bersangkutan dapat dibekukan. Sedangkan terhadap anggota yang telah melakukan kekerasan atau main hakim sendiri (eigen rechten) dapat di kenakan pidana terhadapnya. Adapun pasal yang dapat digunakan diantaranya Pasal 160 KUHP tentang tindak pidana penghasutan, Pasal 170 KUHP tentang tindak pidana pengkroyokan, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, dan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.
Sebagai pencerahan, Indonesia adalah Negara hukum (recht staat) yang demokrasi pancasila. Demokrasi berarti menghargai perbedaan. Bila terjadi perselisihan maka akan dilakukan musyawarah mufakat namun bila tidak ditemukan jalan keluarnya dapat menempuh jalur hukum untuk menyelesaikannya.
Konsekuensi dari makna prinsip Negara hukum tersebut, dapat diketahui bahwa setiap subjek hukum (baik naturlijk person (perorangan) dan recht person atau badan hukum), dalam bertindak harus berdasarkan hukum. Dengan demikian hukum merupakan “kompas” dalam melakukan segala aktivitas kehidupan yang perlu untuk diperhatikan dan dipatuhi keberadaannya oleh semua elemen bangsa (baik penegak hukum sendiri maupun masyarakat).
Demikian jawaban yang kami berikan.

Tidak ada komentar: