Jumat, 19 September 2008

HUKUMAN PERCOBAAN

Pertanyaan:
Bapak pengasuh konsultasi hukum yang saya hormati. Saya seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Sumatera Barat Fakultas Sastra. Saya ingin mengetahui mengenai masalah hukuman. Cerita singkatnya adalah sebagai berikut: dua bulan yang lalu saya diajak teman untuk melihat persidangan teman yang terlibat perkara narkotika. Setelah mengikuti sidang tersebut saya sempatkan diri untuk melihat salah satu sidang pidana di ruang sidang sebelah yang ternyata hari itu persidangan beragendakan putusan hakim. Bunyi dari putusan hakim tersebut adalah si terdakwa dijatuhi hukuman percobaan atas perbuatannya melakukan tindak pidana penggelapan. Yang menjadi pertanyaan saya adalah apakah yang dimasud dengan hukuman percobaan?
Demikianlah pertanyaan saya atas penjelasannya saya ucapkan terimakasih.
(Aldo/ Padang)

Jawaban:
Terimakasih atas perhatian Saudara terhadap konsultasi hukum ini, walaupun Saudara dari mahasiswa Fakultas Sastra. Berhubungan dengan pertanyaan Saudara mengenai hukuman percobaan akan kami jelaskan sebagai berikut, bahwa sanksi percobaan di Indonesia di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang dikenal dengan istilah KUHP, pada Pasal 14a ayat (1) disebutkan “jika dijatuhkan hukuman penjara yang selama-lamamnya satu tahun dan bila dijatuhkan hukuman kurungan di antaranya tidak termasuk hukuman kurungan pengganti denda, maka hakim boleh memerintahkan, bahwa hukuman itu tidak dijalankan, keculai kalau di kemudian hari ada perintah lain dalam keputusan hakim. Oleh karena terhukum sebelum jatuh tempo percobaan yang akan ditentukan dalam perintah pertama membuat perbuatan yang boleh dihukum atau dalam tempo percobaan itu tidak memenuhi suatu perjanjian yang istimewa, yang akan sekiranya diadakan dalam perintah itu.
Dengan demikian, dalam Pasal 14a ayat (1) KUHP diatas, pada pokoknya adalah orang (si terdakwa) dijatuhi hukuman, tetapi hukuman itu tidak usah dijalankan, kecuali jika ternyata bahwa terhukum sebelum habis masa percobaan berbuat tindak pidana atau melanggar perjanjian yang diadakan oleh hakim dengan si terdakwa.
Jadi keputusan penjatuhan hukuman tetap ada, hanya pelaksanaan hukuman tersebut tidak dilakukan. Maksud dari penjatuhan hukuman semacam ini adalah untuk memberi kesempatan kepada terhukuman (terpidana) supaya dalam waktu masa percobaan tersebut memperbaiki diri dengan tidak berbuat tindak pidana atau melanggar perjanjian yang diberikan kepadanya dengan pengaharapan jika berhasil, hukuman yang telah dijatuhkan kepadanya tersebut tidak akan dijalankan untuk selama-lamanya. Hukuman dengan “bersyarat” ini hanya dapat dijatuhkan dalam hal penjatuhan hukuman penjara tidak lebih dari satu tahun (Keputusan MA No. 52 K/Kr/1970) dan hukuman kurungan yang bukan kurungan pengganti denda, jadi hukuman penjara lebih dari satu tahun dan kurungan pengganti denda tidak mungkin dijatuhkan dengan bersyarat semacam ini.
Selanjutnya dalam Pasal 14b ayat (1) KUHP mengatur tentang lamanya waktu untuk masa percobaan yaitu untuk perkara kejahatan dan pelanggaran yang diterangkan dalam Pasal 492, 504 , 505, 506, dan 536 maka lamanya masa percobaan selama-lamanya tiga tahun, untuk perkara pelanggaran yang lain setinggi-tingginya dua tahun dan untuk syarat atau perjanjian antara hakim dan terdakwa dalam Pasal 14c ayat (3) KUHP tidak boleh membatasi kemerdekaan agama dan kemerdekaan politik.
Perjanjian-perjanjian atau syarat-syarat yang dapat diberikan itu ada du macam, yaitu syarat umum (tidak boleh berbuat tindak pidana lagi) dan syarat istimewa (apa saja yang mengenai kelakuan dan sepak terjang terhukum asal tidak mengurangi kemerdekaan agama dan kemerdekaan politik).
Demikianlah penjelasan singkat yang kami sampaikan, terimakasih

Tidak ada komentar: