Jumat, 11 Juli 2008

Rugikan Konsumen, PLN Bisa digugat?

Pertanyaan
Yth. Bapak Pengasuh konsultasi hukum. Akhir-akhir ini listrik sering mati siang atau malam. Ini membuat banyak elektronik yang rusak dan kerugian ekonomi lainnya. Sementara kalau pelanggan (konsumen) yang rugikan PLN (misalnya terlambat bayar, rusak barang milik PLN, dll) konsumen akan dikenakan denda atau ganti rugi.
Bagaimana halnya kalau PLN yang rugikan konsumen seperti saat ini. Bisakah konsumen tuntut atau gugat PLN supaya ganti rugi dan apa upaya hukum lainnya yang bisa ditempuh konsumen. Terimaksaih (Iren, Padang)

Jawab
Saudari Iren yang kami hormati. PLN identik dengan listrik. Listrik identik dengan gelap dan terang. Begitu yang sama-sama kita rasakan dalam belakangan ini. Seringnya mati listrik membuat banyak masyarakat dirugikan mulai dari barang-barang elektronik yang rusak sampai kerugian ekonomi lainnya.
Lalu dapatkah konsumen melakukan upaya untuk meminta ganti rugi. Menilik dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang selanjutnya disebut UUPK, konsumen dapat menuntut ganti rugi sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 45 ayat (1) UUPK “Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum”. Dalam Pasal 45 ayat (2) menegaskan ”Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa”.
Bila kita memilih jalur pengadilan maka cara penyelesaian sengketa menggunakan hukum acara perdata. Gugatan dapat diajukan baik sendiri, berkelompok atau melalui lembaga perlindungan konsumen, hal ini di tegaskan dalam Pasal 46 ayat (1) UUPK“ Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh: a. seorang yang dirugikan atau ahli warisnya; b. sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama; c. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya; d. pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit”.
Dalam penjelasan pasal ayat (1) huruf b, diketahui bahwa undang-undang mengakui gugatan kelompok atau class action. Untuk mengajukan gugatan kelompok atau class action harus diajukan oleh konsumen yang benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum. Class action dalam UUPK merupakan suatu prosedur hukum yang memungkinkan banyak orang bergabung untuk memuntut ganti kerugian atau kompensasi lainnya di dalam suatu gugatan.
Perlu untuk diketahui bahwa jalur untuk meminta ganti rugi tidak hanya melalui jalur pengadilan saja. Konsumen dapat meminta ganti rugi melalui jalur di luar pengadilan (non litigasi). Sebagaimana dinyatakan Pasal 47 UUPK ”Penyelesaian sengketa diluar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk “menjamin” tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen”. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan ”bentuk jaminan yang dimaksud dalam hal ini berupa pernyataan tertulis yang menerangkan bahwa tidak akan terulang kembali perbuatan yang telah merugikan konsumen tersebut.
Banyak cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, namun undang-undang perlindungan konsumen hanya memperkenalkan 3 (tiga) macam yaitu: arbitrase, konsiliasi dan mediasi yang mana bentuk atau cara penyelesaian sengketa dibebankan menjadi tugas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (Pasal 52 UUPK). Putusan yang dikeluarkan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) bersifat final dan mengikat, sehingga tidak dikenal lagi upaya hukum banding maupun kasasi.
Lebih disarankan untuk menyelesaikan sengketa konsumen melalui jalur di luar pengadilan (non litigasi), karena dalam proses sengketa melalui pengadilan membutuhkan waktu penyelesaian yang lambat sehingga biaya yang dikeluarkan sangat mahal. Semakin lama penyelesaian sengketa, semakin banyak pula biaya yang harus dikeluarkan.
Demikian jawaban kami. Terimakasih (Doni F. Jambak, S.H., A.Waldemar & Partners Law Firm)

Tidak ada komentar: